KAPITA SELEKTA

Posted by Ragil Putra Desa Jumat, 20 April 2012 0 komentar

PENDIDIKAN ISLAM; MENYIAPKAN SDM UNGGUL DAN SOSIO-RELIGIUS MODERN

A.      Pendahuluan
Hingga saat ini, pendidikan Islam masih menghadapi problem yang mendasar, yaitu belum mampu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman. Pendidikan Islam baik dalam tataran manajerial operasional maupun kegiatan pembelajarannya, dipandang belum mampu menjadi tumpuan yang kokoh untuk membangun peradaban umat Islam yang utuh. Yakni sebuah peradaban yang unggul dibidang keilmuan, yang dapat melahirkan tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan yang relevan dengan tuntutan global.
Pendidikan Islam masih dikesankan sebagai sebuah aktivitas yang hanya mengurusi masalah ritual, yang tidak dapat menjangkau kebutuhan zaman secara totalitas. Padahal Islam sebagai agama universal (rahmatan lil alamin) mengajarkan dimensi yang utuh (komprehensif), yang tidak saja mementingkan urusan ukhrawi, tetapi juga urusan duniawi. Sementara pendidikan Islam baru sebatas mengurusi dimensi ukhrawi.
Untuk menata kembali pendidikan Islam yang holistik dibutuhkan mindset yang kuat dari para pelaku dan pengembang pendidikan Islam. Untuk mereformulasi hal itu tentu saja memerlukan kerja keras dari berbagai pihak, mulai dari perguruan tinggi sebagai perumus konsep dan ide, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama yang mengambil kebijakan, peraturan dan keputusan, serta para pelaksana dan pengguna di lapangan, yaitu madrasah atau sekolah, pondok/pesantren hingga perguruan tinggi.

 

B.      Menyiapkan SDM Unggul

Memasuki gelombang ketiga, atau sering kita sebut dengan millenium ketiga (abad ketiga),  dunia berkembang dengan pesat. Perkembangan itu terjadi, karena derasnya kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta informasi. Gejala kemajuan dunia tersebut merupakan sebuah gejala modernitas yang tidak dapat dipungkiri dan dibendung lagi.
Seiring dengan perubahan dan kemajuan masyarakat global tersebut, maka pendidikan Islam baik sebagai aktivitas maupun institusi/lembaga pendidikan, diharapkan sebagai agen of change yang selalu adaptif terhadap perkembangan tersebut, terutama dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.
Untuk melahirkan SDM unggul memerlukan sebuah pendidikan yang bermutu dan memiliki daya saing yang baik.  Kalau pendidikan Islam hanya sebatas berbicara masalah agama saja, seperti tauhid, fiqih, tarikh, tasawuf, dan semacamnya, maka harapan untuk  melahirkan SDM unggul rasanya sulit di wujudkan. Sebab, sebagai lembaga pendidikan Islam dituntut mampu menangkap tanda-tanda perubahan dan kemajuan zaman yang disertai dengan etos pembaruan.
Pendidikan Islam dalam kaitannya dapat membentuk SDM unggul, selain menguasai ilmu agama sebagai piranti kekuatan spiritual dan moral juga harus menguasai ilmu alam dan sosial, sebagai tonggak untuk mengeksplorasi kehidupan di alam semesta ini secara berkualitas.
Karena itu, persoalan pokok yang kita hadapi adalah bagaimana menyiapkan SDM unggul yang mampu bersaing dan tidak tersesat dalam menghadapi wacana kehidupan yang diwarnai budaya materialistik dan serba hedonistik itu. Pertanyaannya, apakah sistem pendidikan Islam yang ada sekarang masih akomodatif terhadap tantangan itu, ataukah kita harus berfikir alternatif tentang sistem pendidikan Islam?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, terlebih dahulu sebaiknya kita memahami tentang pendidikan Islam itu sendiri. Hakikat pendidikan Islam adalah usaha untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam (al-qur’an dan hadits), pemikiran, observasi dan ekspirimentasi agar potensinya dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Kalau dilihat dari segi sasarannya, pendidikan Islam adalah sejalan dengan misi Islam yang bertujuan memberikan rahmat bagi sekalian makhluk di alam raya ini. Menurut MT Arifin (1994: 33-34), sasaran pendidikan Islam sejalan dengan pengembangan fungsi manusia yang meliputi sebagai berikut:
Pertama, menyadarkan manusia secara individual pada posisi dan fungsinya di tengah makhluk lain, serta tanggung jawab dalam kehidupannya, sebagai khalifatullah di muka bumi ini. Keunggulan ini hanya dapat diraih, manakala pendidikan Islam mampu menghadirkan program studi yang menghadirkan ilmu-ilmu alam, sosial dan humaniora berkembang dengan kuat.  SDM yang lahir dari pendidikan Islam harus menguasai ilmu pengetahuan yang luas dan mampu menjadikan dirinya dan masyarakatnya menjadi lebih makmur.
Kedua, menyadarkan fungsi atas hubungannya dengan masyarakat, serta tanggungjawabnya terhadap ketertiban masyarakat itu. Sasaran selaras dengan pesan ayat al-Qur’an bahwa manusia unggul harus dapat menjalin hubungan dengan sesamanya. Artinya manusia yang memiliki kemampuan komunikasi, diplomasi, dan negosiasi untuk menciptakan hubungan-hubungan kerjasama satu sama lain yang saling menguntungkan.
Ketiga, menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepadanya. Kalau pendidikan Islam hanya menjadikan orang saleh secara ritual, maka sesungguhnya bukanlah tujuan utama. Akan tetapi bagaimana pendidikan Islam yang mampu mencetak generasi unggul yang mampu mengeksplorasi alam semesta ini sebagai sumber kehidupan manusia dan pada akhirnya mereka dapat mengatakan bahwa apa yang tercipta di muka bumi ini merupakan Mahakarya Allah yang tidak ada sedikit pun yang sia-sia.
Keempat, menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap mahkluk lain dan membawanya agar memahami hikmah Tuhan menciptakan mahkluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya. Pergerakan hidup manusia selalu dipengaruhi oleh dinamika sosio lingkungan. Bahwa manusia adalah makhluk yang saling bergantung dan berkerjasama. Artinya adalah pendidikan Islam itu harus melahirkan generasi yang suka memberi dari pada meminta-minta. Menurut hadits, bahwa “tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”
 

C.      Menciptakan Sosio Religius Modern

Untuk menciptakan sosio religius modern seperti yang diharapkan umat Islam pada umumnya, memerlukan sebuah model lembaga pendidikan Islam yang adaptif dan inovatif dengan perubahan zaman. Pendidikan Islam yang mampu menerjemahkan misi Islam ke dalam wilayah yang lebih luas. Menurut Arifin (1994: 31), ada tiga dimensi pengembangan pendidikan Islam kaitannya dengan pengembangan eksistesi manusia.
Pertama, dimensi kehidupan duniawi yang mendorong manusia sebagai hamba Allah (abdullah) untuk mengembangkan dirinya dalam ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan yaitu nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam yang mampu melahirkan sosok generasi yang memiliki keluasan ilmu dan keterampilan profesional. Ilmu dan keterampilannya mampu mendekatkan diri kepada Allah sebagai kreator (pencipta) yang menuntun dan memberikan kemampuan fisik dan psikisnya.
Kedua, dimensi kehidupan ukhrawi yang mendorong manusia untuk mengembangkan dirinya dalam pola hubungan yang serasi dan seimbang dengan Tuhannya. Pendidikan Islam menjadi tempat mengasah anak didik agar tumbuh jiwa spiritual dan moral sebagai wujud ketaatannya kepada sang Khaliq. Selain taat secara ritual-individual (shalat, puasa, zakat dan haji), juga taat secara sosial (suka menolong, tidak dhalim dan tidak mengambil hak orang lain) sebagai sebuah bukti keimanan dirinya kepada Allah.
Ketiga, dimensi kehidupan antara duniawi dan ukhrawi mendorong manusia untuk berusaha menjadikan dirinya sebagai hamba Allah yang utuh dan paripurna dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan, sekaligus menjadi pendukung serta pelaksana (pengawal) nilai-nilai agamanya. Maksudnya adalah melahirkan sosok yang memiliki jiwa spiritual yang tinggi, keluhuran akhlak yang mulia, bobot keilmuan yang mantap dan keahlian serta ketrampilan profesional.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, pada kenyataannya cenderung pada yang kedua, yakni bahwa kita melakukan rekonstruksi sistem pemikiran dan pendidikan Islam, dalam kaitannya tujuan pendidikan selama ini. Hal ini sangat tergantung pada dasar paradigma yang digunakan untuk memandang berbagai persoalan yang kita hadapi. Menurut Djahar (1998), Persoalan itu di antaranya; 1) profil kehidupan masyarakat yang religius dalam peradaban modern yang diwarnai budaya ilmu pengetahuan dan teknologi, 2) kualifikasi atau profil SDM yang modern dan religius, dan 3) strategi mewujudkan profil SDM tersebut melalui pendidikan Islam.
Menurut Abdul Hamid A. Sulaiman (Jurnal Salam 1997/1998), bahwa dunia Islam saat ini tengah menghadapi krisis ilmu pengetahuan, yang menyebabkan terjadinya degradasi, dekadensi dan keterbelakangan umat. Krisis tersebut terjadi lebih disebabkan oleh keterbelakangan, kelemahan dan kelesuan umat di semua lini kehidupan. Sumber kemunduran itu karena stagnasi intelektual (malas berpikir, merasa puas dengan kemajuan yang ada) tidak adanya pintu ijtihad (gerakan pembaruan, kreasi dan inovasi), tidak adanya kemajuan di bidang budaya dan sekat yang membatasi umat dengan norma-norma dasar peradaban Islam.
Fenomena kejumudan (stagnasi) itu merupakan gejala umat Islam yang menganggap bahwa persoalan telah ada jawabannya dalam doktrin dan ajaran Islam. Sikap dan tindakan semacam ini akhirnya menyebabkan krisis di dunia Islam, bahwa umat Islam tidak mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya pemakmuran kehidupan umat manusia. Tidak disangkal lagi bahwa krisis tersebut merupakan penyebab dan bukti terjadinya dekadensi dan impotensi umat, yang menghambat untuk mewujudkan budaya (etos kerja) dan peradaban (sumber pengetahuan) modernnya secara konstruktif.
Padahal inti dari proses pendidikan adalah kerja budaya. Pengertian ini menyadarkan bahwa pendidikan tidak identik hanya terfokus pada penyelenggaraan proses belajar mengajar di sekolah/madrasah. Sebagai kerja budaya, pendidikan mencakup semua ruang lingkup belajar yang lebih luas, yaitu bagaimana seorang anak melakukan reproduksi kebudayaannya dalam proses zaman yang berubah. Dalam kaitan ini, anak adalah aktor dan subjek (agency) yang melakukan akulturasi dan inkulturasi kebudayaannya.
Sebagai subyek kebudayaan, kata Muslim Abdurrahman (Jurnal Ulumuddin 1998) bahwa seorang anak tidak hanya berusaha mempelajari dan mengamalkan nilai-nilai, norma-norma dan kebiasaan masyarakat (sharing of values), tapi juga dalam proses itu adakalanya mempertanyakan, meragukan, bahkan kalau perlu memberontak terhadap kemapanan. Itulah sebabnya mengapa kebudayaan kelompok masyarakat selalu berubah. Selalu diciptakan terus menerus (invented and constructed) oleh para pendukungnya, terutama generasinya sendiri.
Gagasan untuk mewujudkan cita-cita peradaban yang sesuai dengan misi Islam, dapat dibentuk melalui sistem pendidikan yang integratif. Yaitu sistem pendidikan yang mengawinkan keilmuan umum dengan keilmuan Islam. Dalam uraian berikut, ada sebuat tawaran menarik mengenai sebuah bentuk dan model yang menjadi alternatif bagi pengembangan pendidikan Islam masa depan.
Pertama, adanya tuntutan masyarakat religius dalam peradaban modern. Masyarakat religius adalah masyarakat yang taat pada nilai-nilai keyakinan agamanya, sumber ajarannya (al-Qur’an dan hadits), serta mau dan mampu mempraktikkan dalam kehidupan kesehariannya. Menurut Djohar (1998), bahwa corak dari pendidikan Islam yang paling sentral adalah structure of religious person. Suatu peradaban manusia ditentukan oleh individu-individunya ataupun dalam masyarakat juga tidak lepas dengan individu sebagai kumpulan personel yang mewarnai masyarakat tersebut. Profile of religious structure menggambarkan manusia yang merupakan internalisasi nilai-nilai religiusitas secara utuh, yang diperoleh dari sosialisasi nilai-nilai religius itu sepanjang kehidupannya. Sehingga kalau seseorang itu religius, mestinya personalitanya menggambarkan bangunan integral atau struktur integral dari manusia yang religius tersebut, yang akan nampak dari wawasannya, motivasinya, cara berfikirnya, sikap perilakunya maupun tingkat kepuasan pada diri seorang yang merupakan produk organisasi sistem psiko-fisik orang tersebut.
Salah satu paradigma untuk mewujudkan peradaban di atas, adalah bahwa manusia itu dikembangkan secara natural dan kultural. Peradaban masyarakat modern yang diharapkan bukan sekedar produk evolusi natural budaya yang “conditioning” yang disosialisasikan dengan kondisi yang diwarnai oleh nilai-nilai budaya tertentu yang menggambarkan aktualisasi nilai-nilai religius.
Profil masyarakat yang belum mencapai tingkat peradaban modern yang religius, biasanya tolak ukurnya kepuasan materil yang akan menjadi pilihan dominan. Sedangkan bagi masyarakat yang telah mencapai tingkat peradaban religius, nilai-nilai yang mampu mempertinggi derajat peradaban kemanusiaanlah yang akan menjadi ukuran kepuasan mereka.
Structured person, dalam pandangan (perspektif pendidikan Islam) tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena itu, sistem pendidikan Islam harus mampu menghasilkan regenerasi unggul yang mampu mengaktualisasikan nilai-nilai religius yang sekaligus menggambarkan masyarakat dengan peradaban modern, yaitu memiliki pengetahuan dan keahlian yang tinggi.
Kedua, adanya tuntutan kualifikasi profil SDM modern religius. Kualifikasi SDM modern bukan merupakan satu-satunya ukuran kualitas SDM. Banyak faktor yang terkait, di antaranya; bebas dari kebodohan dan kemiskinan. Mencerminkan masyarakat yang modern yang berbudaya, memiliki motivasi untuk maju, memiliki paradigma hidup perspektif, memiliki potensi sebagai subjek pembangunan, memiliki keahlian jelas, mencerminkan individu terpelajar, memiliki etos kerja dan disiplin tinggi, memiliki budaya kerja tuntas, dan memiliki komitmen kebersamaan tinggi.
Aktivitas pendidikan yang dilakukan, dan paradigma pendidikan dalam menghasilkan SDM tidak terlepas dari paradigma-paradigma, di antaranya: pertama, paradigma proses yaitu yang akan mewarnai sosialisasi manusia itu sehingga terjadi profil budaya sesuai dengan yang kita harapkan. Paradigma proses ini dalam pendidikan yang ditekankan bukan pada produk, tapi lebih pada proses. Karenanya, Pendidikan yang mementingkan proses akan menghasilkan manusia yang berbudaya, baik budaya ilmu maupun dimilikinya nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Paradigma kedua yaitu inquery atau discovery. Paradigma ini diharapkan mampu menghasilkan budaya iptek yang lebih lanjut dapat diharapkan menjadikan SDM menjadi penghasil iptek. Paradigma lain (ketiga) adalah berfikir sistemik yang dilandasi oleh kreatifitas menjadi dambaan masyarakat modern. Berfikir linear umumnya merupakan produk pendidikan verbal, cenderung hanya mampu mengembangkan kemampuan berfikir logis yang dipandang tidak lagi akomodatif untuk menghadapi kehidupan yang semakin kompleks.
Paradigma lainnya adalah fleksibilita atau regidita. Fleksibilita merupakan salah satu karakteristik pilihan paradigma dalam kehidupan yang semakin kompleks dan yang cepat berubah. Regidita akan menghasilkan kesempitan, keterbatasan dan kesesatan. Dalam regidita, segala sesuatu selalu ditangkap secara pasti, bukan sampai guru-guru, yang namanya kurikulum itu resep, harus begitu karena regidita menggambarkan kematian (Djohar 1998).
Ketiga, tuntutan akan pewujudan SDM modern-religius. Strategi untuk mewujudkan pendidikan Islam, dapat dilihat melalui beberapa pendekatan, yaitu segi kelembagaan, substansi dan proses. Paradigma proses pendidikan yang diharapkan memenuhi tuntutan pendidikan Islam telah diajukan beberapa alternatif. Paradigma substansi pendidikan Islam telah disampaikan di atas, yakni mengandung muatan untuk menumbuhkan kemampuan iptek yang sekaligus diwarnai oleh internalisasi nilai-nilai ajaran Islam. Pemikiran substansi diharapkan dapat menghasilkan produk pendidikan Islam yang bisa mengambil peran dalam iptek.
Sedangkan untuk menentukan bentuk kelembagaan pendidikan yang sekarang melalui dimensi pemikiran pendidikan Islam yang telah diuraikan di atas, khususnya dari dimensi pemikiran yang paling akomodatif untuk menghasilkan SDM yang memiliki kriteria di atas, yang mampu berperan sebagai penghasil iptek, menampilkan internalisasi nilai-nilai Islami dan sekaligus mampu mewujudkan masyarakat yang menampilkan tingkat peradaban manusia modern.
 

D.      Penutup

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam memiliki harapan yang besar untuk melahirkan SDM unggul dan menciptakan tatanan sosio relgius modern. Untuk menggapai harapan tersebut perlu sebuah mindset yang utuh dalam memandang pendidikan Islam. Bahwa pendidikan Islam tidak identik hanya menyelenggarakan pendidikan tauhid, fiqih, tasawuf dan tarikh, melainkan mengajarkan semua pengetahuan baik yang bersumber pada ayat qauliyah (al-qur’an dan hadits) maupun dari ayat kauniyah (pemikiran logis, eksperimen dan observasi pada alam semesta).
Pendidikan Islam juga memiliki peluang untuk mengubah sebuah peradaban menjadi lebih modern dan maju. Sebab, sesuai misi Islam bahwa pendidikan Islam harus dapat mengawinkan antara dimensi duniawi dengan ukhrawi. Masalah dunia memerlukan ilmu pengetahuan alam dan sosial yang dapat dikembangkan menjadi beberapa fokus kajian bidang ilmu, sementara masalah ukhrawi memerlukan ilmu agama yang bersumber pada pokok ajaran al-Qur’an, hadits dan ijtihad.
Kalau orientasi pendidikan Islam mampu menjadikan kedua wilayah itu (duniawi dan ukhrawi) sebagai misi dan tujuan utama, maka peradaban unggul dan modern akan mudah diraih. Yaitu pendidikan Islam yang mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang memiliki kekokohan spiritual, keagungan akhlak, keilmuan yang mantap dan keahlian yang profesional.
 Mujtahid, M.Ag

Baca Selengkapnya ....

KODE TEN RAPI INDONESIA

Posted by Ragil Putra Desa 0 komentar

Ten Code

OFFICIAL TEN CODE COMMUNICATION

10 - 1 Penerimaan Buruk 10 - 51 Butuh BBM
10 - 2 Penerimaan Baik 10 - 52 Membutuhkan ban
10 - 3 Berhenti mengudara 10 - 53 Membutuhkan peralatan
10 - 4 Dimengerti 10 - 54 Membutuhkan ban kipas
10 - 5 Mohon disampaikan kepada… 10 - 55 Supir yg melanggar Lalu Lintas
10 - 6 Sedang sibuk kecuali ada trafic 10 - 56 Membutuhkan tali pengerek
10 - 7 Ada kerusakan 10 - 57 Kesulitan baterai / listrik
10 - 8 Sedang dilaksanakan 10 - 58 Kendaraan perlu didorong
10 - 9 Mohon diulang 10 - 59 Membutuhkan montir
10 - 10 Penyampaian pesan selesai 10 - 60 Berita selanjutnya
10 - 11 Bicara terlalu cepat 10 - 61 Jalan rusak berat
10 - 12 Ada tamu 10 - 62 Sepi / tidak terdengar
10 - 13 Keadaan cuaca / jalan 10 - 63 Pengawas jalur menuju ke……
10 - 14 Informasi / Information 10 - 64 Pengawas jalur 10 - 3
10 - 15 Informasi tidak benar / negatif 10 - 65 Pesan selanjutnya
10 - 16 Mohon dijemput di……… 10 - 66 Semua unit siap
10 - 17 Urusan penting / gawat 10 - 67 Semua ACC / setuju
10 - 18 Ada sesuatu untuk kita 10 - 68 Pertemuan langsung
10 - 19 Kembali ke pangkalan 10 - 69 Pertemuan pribadi
10 - 20 Posisi Transmitt 10 - 70 Kebakaran / fire alarm
10 - 21 Hubungan Via telpon 10 - 71 Pesawat yang digunakan
10 - 22 Laporan yang dituju 10 - 72 Sesuatu yang akan dibicarakan
10 - 23 Standby monitor 10 - 73 Kurangi kecepatan di……..
10 - 24 Tugas selesai 10 - 74 Siap siaga
10 - 25 Informasikan kepada……. 10 - 75 Perangkat anda mengganggu
10 - 26 Psn terakhir krg dimengerti 10 - 76 Dalam perjalanan
10 - 27 Pindah Chanel/Frequensi 10 - 77 Tidak ada hubungan
10 - 28 Call Sign/Panggilan Anda 10 - 78 Kantor / sekolah
10 - 29 Kontak selesai 10 - 79 Makan
10 - 30 Tidak mentaati peraturan 10 - 80 Minum
10 - 31 Antenna yang digunakan 10 - 81 Pesan kamar / hotel
10 - 32 Report sinyal / check radio 10 - 82 Frekwensi terlalu tinggi
10 - 33 Emergency 10 - 83 Cadangan perlengkapan
10 - 34 Perlu bantuan di………….. 10 - 84 Nomor telepon anda
10 - 35 Informasi rahasia 10 - 85 Alamat anda / Rumah
10 - 36 Jam / Pukul 10 - 86 No. Pol. Kendaraan
10 - 37 Perlu mobil derek di………. 10 - 87 Harap kirim dokter
10 - 38 Perlu ambulance di……… 10 - 88 Love and Kiss
10 - 39 Pesan telah disampaikan 10 - 89 Membutuhkan monitor anda
10 - 40 Sudah sampai di tujuan 10 - 90 Gangguan interferensi
10 - 41 Pindah ke kanal lain 10 - 91 Bicara dekat mic
10 - 42 Kecelakaan lalu lintas di…….. 10 - 92 Pesawat anda tidak baik
10 - 43 Kemacetan lalu lintas di…….. 10 - 93 Check frekwensi
10 - 44 Ada pesan untuk anda 10 - 94 Bicara yang panjang
10 - 45 Semua unit harap lapor 10 - 95 Bentang sinyal selama 5 detik
10 - 46 Bantuan pengemudi lain 10 - 96 Gangguan oleh jammer
10 - 47 Jam berangkat yg diperkirakan 10 - 97 Check sinyal
10 - 48 Jam tiba yg diperkirakan 10 - 98 Tugas diulang kembali
10 - 49 Pertemuan dimana ? 10 - 99 Semua unit kembali
10 - 50 Kosongkan jalur 10 - 100 Ke kamar mandi
Catatan : # 51 : Salam Sejahtera # 55 : Salam Keluarga # 10 – 3 darat : Meninggal Dunia # 00 : Suami # 01 : Istri , 02 : Anak

Baca Selengkapnya ....

MATA KULIAH HADIST TARBAWI

Posted by Ragil Putra Desa 0 komentar

5 Penghalang keberkahan dalam kelas

العلم قبل القول و العمل
“ Berilmu sebelum berkata dan beramal” inilah kata yang pas untuk membuka artikel ini, ucapan Al Imam Bukhari رحمه الله yang sangat terkenal dan tertulis menjadi sebuah bab di kitab shohihnya, tidak syak lagi bahwa, mengajar dan mendidik merupakan perkejaan yang mulia dengan niat yang ihklas dalam rangka berdakwah tentu akan mendapatkan ganjaran yang begitu besar dari Allah azza wa jalla :
“ Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fushilat : 33)
من دعا إلى هدىً كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا
“Siapa yang mengajak kepada hidayah maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya dan hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun(HR. Muslim)
Tentunya didalam sebuah lembaga Islam visi dan misi mereka berintikan pada ayat dan hadits tersebut dengan beraneka ragam metodelogi untuk pencapainnya, namun yang disayangkannya beberapa sekolah Islam terjatuh dalam beberapa kesalahan yang mungkin disebabkan kurang pemahaman terhadap hal-hal yang dilarang, sehingga hidayah dan keridhoan yang begitu diharapkan malah bala dan musibah yang dirasakan wal iyyadzu billah, maka berkatalah pepatah arab
تريد النجاح ولكن لا تسلك مسالكه إن السفينة لا تجري على اليابس
“ Engkau mengharapkan kesuksesan akan tetapi tidak mengikuti jalan keberhasilan, sesungguhnya perahu tidak berjalan diatas dataran kering”

Dibawah ini 5 kesalahan yang terjadi di beberapa sekolah semoga kita senantiasa berada dalam perlindunggan Allah tabaarak wa ta’ala :
1. Musik dan nyanyian, bagaimana sekolah sebagai tempat mencari ilmu yang bermanfaat namun didalamnya ada “lahwal haditsi”
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (QS. Luqman:7)
Berkata Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه Makna “perkataan yang tidak berguna” adalah musik & nyanyian Yazid bin Al Walid mengatakan, “Wahai anakku, hati-hatilah kalian dari mendengar nyanyian karena nyanyian itu hanya akan mengobarkan hawa nafsu, menurunkan harga diri, bahkan nyanyian itu bisa menggantikan minuman keras yang bisa membuatmu mabuk kepayang. … Ketahuilah, nyanyian itu adalah pendorong seseorang untuk berbuat zina.” (Lihat Talbis Iblis, 289)
2. Gambar dan patung, tentunya keberkahan merupakan harapan yang besar dan doa malaikat kepada orang yang belajar dan mengajarkan ilmu adalah anugerah terbesar. Maka begitu sayangnya apabila itu semua terhalang ketika :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda (yang artinya) : Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing, juga tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar (patung)” (HR. Imam Ahmad, Bukhari, Muslim,)
Apalagi kalau sampai diajarkan menggambar makhluk hidup sungguh berat pertanggung jawabannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Siapa yg membuat sebuah gambar di dunia ia akan dibebani untuk meniupkan ruh kepada gambar tersebut pada hari kiamat padahal ia tidak bisa meniupkannya.”
3. Tidak dimulai dengan salam, basmalah dan pujian kepada Allah serta sholawat salam kepada Nabi kita, ini sesungguhnya merupakan adab utama seorang guru ketika memulai pelajarannya yang para ulama senantiasa melakukannya disetiap pelajaran dan tulisan mereka
4. Berpakain yang syar’I menutupi aurat bagi wanita dan tidak menjulurkan celana dibawah mata kaki bagi pria, ini adalah perintah dan larangan yang jelas dari Al Quran dan Hadits maka sepatutnya lah seorang guru muslim berusaha untuk mentaatinya :
“Wahai anak-anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu (bahan-bahan untuk) pakaian menutup ‘aurat kamu, dan pakaian perhiasan; dan pakaian yang berupa taqwa itulah yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah dari tanda-tanda (limpah kurnia) Allah (dan rahmatNya kepada hamba-hambaNya) supaya mereka mengenangnya (dan bersyukur)” (QS. al-A‘raaf : 26)
Ada dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku (Nabi Muhammad s.a.w) melihatnya, iaitu; kaum lelaki memegang cemeti seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul orang lain, dan wanita–wanita yang berpakaian tetapi mereka (sebenarnya) bertelanjang (pakaian tiada menutup aurat kepala dan badan sebagaimana yang diperintahkan oleh agama…..” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Allah tidak melihat pada hari kiamat nanti kepada orang yang menjulurkan kainnya (hingga melewati mata kaki) dengan sombong.” (HR. Bukhari) yang anehnya terlintas dipikiran mereka kan saya tidak sombong jadi tidak mengapa isbal, yaa akhi ketika antum mengatakan ana tidak sombong sudah ada benih kesombongan, sementara para sahabat saja yang Allah ridho kepada mereka tidak isbal, dan siapa kita ? berani mengatakan ana tidak sombong??!!
5. Ikhtilat didalam kelas antara siswa putra dengan siswi putri, ini merupakan awal fitnah bagi mereka dari pertemuan setiap hari, apalagi dizaman ini didukung dengan film-film perrcintaan SMP dan SMU, dan tidak sedikit dari mereka lulus dengan gelar MBA (married by accident), Syaikh Muhammad sholih al Utsaimin رحمه الله berkata ketika ditanya tentang ikhtilat : Menurut pendapat saya, tidak boleh ikhtilat di antara laki-laki dan wanita yang bekerja di kantor pemerintah atau non pemerintah, atau sekolah-sekolah pemerintah atau swasta. Sesungguhnya ikhtilat mengakibatkan banyak kerusakan, sekalipun tidak ada padanya selain hilangnya sifat haya bagi wanita dan sirnanya kewibawaan pada laki-laki, karena ikhtilat laki-laki dan wanita menjadikan sirnanya wibawa laki-laki dan hilangnya sifat haya (malu) dari wanita terhadap laki-laki. (islamhouse.com)
Hidayah dan kecerdasan merupakan pemberian Allah dan setiap pagi pun kita memintanya, namun apabila hal-hal yang Allah tidak ridhoi kita lakukan apakah keduanya akan kita dapatkan ???

Baca Selengkapnya ....

PUISI BUAT KARTINI

Posted by Ragil Putra Desa 0 komentar

Puisi Hari Ibu Kartini

Ku mengenalmu hanya dari cerita buku
ku tau akan keberadaan mu ...juga dari situ
tak tertangkap kesan dan pesan
tumpukan bayangan yang dipaksakan.

Berkelebat kenangan cerita ibu ku
Yang di dapatnya, juga dari buku
Tak tertangkap keinginan yang menggebu
Bayangan secarik kertas dalam tinta biru

Perempuan dalam pasungan
Pikiran dan harapan terjegal keadaan
Tangisan berupa surat tulisan
Terkirim berlabuh di lengan teman

Jiwa teriak ke ujung dunia
Melintasi alam lautan Samudra
Menggema keseluruh penjuru nyata
Mengalir dalam darah, terpaku kedalam jiwa

Erangan malam berkepanjangan
Harapan dan harapan tak terwujudkan
Gelora sukma semakin membara
Membakar jiwa rasa merdeka

Angan sederhana semulanya
Melepaskan ikatan dengan batasan
Berbicara melihat mata
Ekspresikan diri melepas beban

Anak perempuan ku
Kau lahir dan berkembang mengulir waktu
Ku selipkan mimpi di sarung bantal mu
Kelak dewasa uraikan angan ibu mu
Dan Kuucapkan "Selamat Hari Kartini".



Baca Selengkapnya ....

catatan

Posted by Ragil Putra Desa 0 komentar

METODE PEMBELAJARAN; KAJIAN TAFSIR TARBAWI

METODE PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN
DALAM SURAT AL-QUR’AN
( Kajian Surat Al-Maidah Ayat 67 dan An-Nahl ayat 125 )
Disusun Oleh : Ibrohim1*
A. PENDAHULUAN
Metode merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar mengajar di lembaga pendidikan. Apabila proses pendidikan tidak menggunakan metode yang tepat maka akan sulit untuk mendapatkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Sinyalemen ini seluruh pendidik sudah maklum, namun masih saja di lapangan penggunaan metode mengajar ini banyak menemukan kendala.
Kendala penggunaan metode yang tepat dalam mengajar banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor ; keterampilan guru belum memadai, kurangnya sarana dan prasarana, kondisi lingkungan pendidikan dan kebijakan lembaga pendidikan yang belum menguntungkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang variatif.
Apa yang ditemukan oleh Ahmad Tafsir (1992 : 131) mengenai kekurangtepatan penggunaan metode ini patut menjadi renungan. Beliau mengatakan pertama, banyak siswa tidak serius, main-main ketika mengikuti suatu meteri pelajaran, kedua gejala tersebut diikuti oleh masalah kedua yaitu tingkat penguasaan materi yang rendah, dan ketiga para siswa pada akhirnya akan menganggap remeh mata pelajaran tertentu1.
Kenyataan ini menunjukan betapa pentingnya metode dalam proses belajar mengajar. Tetapi betapapun baiknya suatu metode tetapi bila tidak diringi dengan kemampuan guru dalam menyampaikan maka metode tinggalah metode. Ini berarti faktor guru juga ikut menentukan dalam keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar. Sepertinya kedua hal ini saling terkait. Metode yang baik tidak akan mencapai tujuan bila guru tidak lihai menyampaikannya. Begitu juga sebaliknya metode yang kurang baik dan konvensional akan berhasil dengan sukses, bila disampaikan oleh guru yang kharismatik dan berkepribadian, sehingga peserta didik mampu mengamalkan apa yang disampaikannya tersebut.
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam di dalamnya memuat berbagai informasi tentang seluruh kehidupan yang berkaitan dengan manusia. Karena memang Al-Qur’an diturunkan untuk umat manusia, sebagai sumber pedoman, sumber inspirasi dan sumber ilmu pengatahuan. Salah satunya adalah hal yang berkaitan dengan pendidikan.
B. PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN DALAM PRESFEKTIF AL-QUR’AN
Metode pembelajaran dan mengajar dalam Islam tidak terlepas dari sumber pokok ajaran yaitu Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai tuntunan dan pedoman bagi umat telah memberikan garis-garis besar mengenai pendidikan terutama tentang metode pembelajaran dan metode mengajar. Di bawah ini dikemukakan beberapa ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan metode pembelajaran dan mengajar dalam presfektif Al-Qur’an terutama dalam Surat Al-Maidah ayat 67 dan Surat An-Nahl ayat 125.
1. Surat Al-Maidah ayat 67
يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ  (67)
a. Mufrodat
يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ = Hai Rasul
بَلِّغْ = sampaikanlah
مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ = apa yang di turunkan kepadamu
مِنْ رَبِّكَ = dari Tuhanmu.
وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ = Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu)
فَمَا بَلَّغْتَ = kamu tidak menyampaikan
رِسَالَتَه ُ    =                            amanat-Nya
وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ   =    Allah memelihara kamu
مِنَ النَّاسِ = dari (gangguan) manusia.
إِنَّ اللَّهَ = .        Sesungguhnya Allah
لَا يَهْدِي =  tidak memberi petunjuk
الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ = kepada orang-orang yang kafir
b. Artinya
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” 2.
b. Asbabun Nuzul
Ada beberapa riwayat dengan turunnya surat Al-Maidah ayat 67 ini diantaranya:
“Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulallah Saw pernah bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mengutusku dengan risalah kerasulan. Hal tersebut menyesakkan dadaku karena aku tahu bahwa orang-orang akan mendustakan risalahku. Allah memerintahkan kepadaku, untuk menyampaikannya dan kalau tidak, Allah akan menyiksaku”. Maka turunlah ayat ini ( S.5 : 67) yang mempertegas perintah penyampaian risalah disertai jaminan akan keselamatannya3.
Dalam riwayat yang lain dikemukakan bahwa Siti Aisyah menyatakan bahwa nabi SAW biasanya dijaga oleh para pengawalnya sampai turun ayat “wallahu ya’shimuka minnannas’ (S.5 : 67) Setelah ayat itu turun Rasulullah menampakan dirinya dari kubbah sambil berkata ; “wahai saudar-saudaraku pulanglah kalian, Allah telah menjamin keselamatanku dalam menyebarkan dakwah ini. Sesungguhnya malam seperti ini baik untuk tidur di tempat tidur masing-masing. 4
c. Pembahasan
Tersirat dalam Surat Al-Maidah ini mengandung makna bahwa menyampaikan risalah itu merupakan perintah Tuhan. Allah memerintahkan Nabi untuk menyampaikan risalah kenabian kepada umatnya jika tidak maka nabi termasuk orang yang tidak menyampaikan amanat. Peringatan Allah kepada nabi mengakibatkan beliau sangat ketakutan sehingga dada nabi terasa sesak, saking beratnya tugas ini.
Kata-kata “baligh” dalam bahasa Arab itu merupakan pernyataan yang sangat jelas apalagi bentuknya fi’il “amr”. Dalam tafsir Al-Jalalin lafadz “baligh” terselip kandunganجميع (seluruhnya)5. Berarti nabi harus menyampaikan secara keseluruhan yang telah diterima dari Allah SWT. Tidak boleh ada yang disembunyikan sedikitpun dari Nabi (ولا تكتم شيئا منه ) 6. Dalam Tafsir Ibnu Katsir juga dijelaskan bahwa makna “baligh” dalam surat Al-Maidah merupakan fiil amr yang terkandung makna untuk menyampaikan seluruh yang diterima dari Allah SWT. Ibnu Katsir menulis :
يقول تعالى مخاطبا عبده ورسوله محمدا – صلى الله عليه وسلم – باسم الرساله وآمرا له بإبلاغ جميع ما أرسله الله به7
(Allah berkata pada hamba dan rasulnya yaitu Muhammad SAW dengan konteks kerisalahan dan memerintahkan untuk menyampaikan seluruh yang datang dari Allah)
Bagi nabi tugas ini sangat berat karena merupakan tanggung jawab dunia akherat. Saking beratnya perintah ini, dalam peristiwa “haji wada”, nabi sekali lagi menegaskan tentang tugas beliau yang telah dipikulkan padanya. Ini artinya sebuah perintah harus dipertangggungjawabkan. Bagi seorang guru pada akhir tugas pembelajaran harus ada pertanggungjawaban sehingga diketahui oleh public atau masyarakat umum. Kisah ini diceritakan sangat indah oleh Ibnu Katisr dalam menafsirkan Surat Al-Maidah ayat 67 ini. Beliau menguraikan :
قال الزهري من الله الرسالة وعلى الرسول البلاغ وعلينا التسليم وقد شهدت له أمته بإبلاغ الرسالة وأداء الأمانة واستنطقهم بذلك فى أعظم المحافل في خطبته يوم حجة الوداع وقد كان هناك من أصحابه نحو من أربعين ألفا كما ثبت في صحيح مسلم عن جابر بن عبد الله أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قال في خطبته يومئذ:”ياأيها الناس إنكم مسئولون عني فما أنتم قائلون؟ قالوا نشهد أنك قد بلغت وأديت ونصحت فجعل يرفع أصبعه إلى السماء منكسها إليهم ويقول اللهم هل بلغت 8
Pada awalnya Nabi merasa takut untuk menyampaikan risalah kenabian. Namun karena ada dukungan lansung dari Allah maka keberanian itu muncul. Dukungan dari Allah sebgai pihak pemberi wewenang menimbulkan semangat dan etos dakwah nabi dalam menyampaikan risalah. Nabi tidak sendirian, di belakangnya ada semangat “Agung”, ada pemberi motivasi yang sempurna yaitu Allah SWT. Begitu pun dalam proses pembelajaran harus ada keberanian, tidak ragu-ragu dalam menyampaikan materi. Sebab penyampaian materi sebagai pewarisan nilai merupakan amanat agung yang harus diberikan. Bukankah nabi berpesan ; “yang hadir hendaknya menyampaikan kepada yang tidak hadir” . Sehingga Allah berfirman sebagai penegasan dukungan keselamatan :
وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ = Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia
Imam AL-Qurtubi memperjelas dalam konteks kerisalahan nabi sebagai rasul. Beliau mengungkapkan sebab rasul tidak berani menyampaikan risalah kenabian secara terang-terangan. Beliau menulis dalam tafsirnya :
قيل: معناه أظهر التبليغ; لأنه كان في أول الإسلام يخفيه خوفا من المشركين, ثم أمر بإظهاره في هذه الآية, وأعلمه الله أنه يعصمه من الناس. 9
Arti “baligh” menurut Imam Al-Qurtubi lebih menampakan pada proses penyampaian amanah kapada masyarakat. Karena di awal penyebaran agama Islam nabi khawatir kepada orang-orang musyrik Makkah. Kemudian Allah memerintahkan untuk menampakan kerisalahan tersebut dengan diturunkannya ayat ini. Dan Allah memberitahu kepada nabi bahwa Allah akan menjaga keselamatannya. Bahkan bila nabi tidak menyampaikan ayat, menyembunyikan risalah dan amanat tersebut maka nabi dikatakan sebagai orang yang “kadzab”, berdusta. 10
Dalam Al-Qur’an banyak memuat istilah-istilah komunikasi sebagai salah satu metode pembelajaran. Istilah-istilah tersebut adalah ; Qaulan sadidan (QS 4 : 9), Qaulan maysuran (QS 17 : 28), Qaulan Layinan (QS 20 : 44), Qaulan kriman (QS 17 : 23), Qaulan Mau’rufan ( QS 4 : 5 ) dan istilah ” Qaulan Balighon” ( Qs 4 : 63 ) 11
Kata Qaulan Balighan di dalam Al-qur’an terdapat pada surat An-Nisaa ayat 63. Ayat ini mengisyaratkan mengenai prinsip-prinsip komunikasi sebagai sarana pembelajaran dan menyampaikan amanah. Ayat tersebut adalah :
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا(63)
Artinya : Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka12.
Kata “Baligh” dalam bahasa Arab atinya sampai, mengenai sasaran, atau mencapai tujuan. Bila dikaitkan dengan qawl (ucapan), kata balig berarti fasih, jelas maknanya, terang, tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki. Karena itu prinsip qaulan balighan dapat diterjemahkan sebgai prinsip komunikasi yang effektif. Komunikasi yang efektif dan efisien dapat diperoleh bila memperhatikan pertama, bila dalam pembelajaran menyesuaikan pembicaranya dengan sifat khalayak. Istilah Al-Quran “fii anfusihiim”, artinya penyampaian dengan “bahasa” masyarakat setempat. Hal yang kedua agar komunikasi dalam proses pembelajaran dapat diterima peserta didik manakala komunikator menyentuh otak atau akal juga hatinya sekaligus13.
Tidak jarang di sela khotbahnya nabi berhenti untuk bertanya atau memberi kesempatan yang hadir untuk bertanya, terjadilah dialog. Khutbah nabi pendek tetapi padat penuh makna sehingga menyentuh dalam setiap sanubari pendengarnya.
2. Surat An-Nahl ayat 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِين
a. Mufrodat
ادْعُ = Serulah (manusia)
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ = kepada jalan Tuhanmu
بِالْحِكْمَةِ = dengan hikmah
وَالْمَوْعِظَةالْحَسَنَةِ = dan pelajaran yang baik
وَجَادِلْهُمْ = bantahlah mereka
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ = dengan cara yang baik
إِنَّ رَبَّكَ = Sesungguhnya Tuhanmu
هُوَ أَعْلَمُ = Dialah yang lebih mengetahui
بِمَنْ ضَلَّ = tentang siapa yang tersesat
عَنْ سَبِيلِهِ = dari jalan-Nya
وَهُوَ أَعْلَمُ = Dialah yang lebih mengetahui
بِالْمُهْتَدِينَ = orang-orang yang mendapat petunjuk.
b. Artinya
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
c. Makna Jumal
Makna umum dari ayat ini bahwa nabi diperintahkan untuk mengajak kepada umat manusia dengan cara-cara yang telah menjadi tuntunan Al-Qur’an yaitu dengan cara Al-hikmah, Mauidhoh Hasanah, dan Mujadalah. Dengan cara ini nabi sebagai rasul telah berhasil mengajak umatnya dengan penuh kesadaran. Ketiga metode ini telah mengilhami berbagai metode penyebaran Islam maupun dalam konteks pendidikan.
Proses serta metode pembelajaran dan pengajaran yang berorientasi filsafat lebah (An-Nahl) berarti membangun suatu sistem yang kuat dengan “jaring-jaring” (networking) yang menyebar ke segala penjuru. Analogi ini bisa menyeluruh ke peserta didik, guru, kepala sekolah, wali murid, komite sekolah dan instasi lain yang terkait. Sehingga menjadi komponen pendidikan yang utuh, menjadi satu sistem yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.
d. Pembahasan
Pada awalnya ayat ini berkaitan dengan dakwah Rasulullah SAW. Kalimat yang digunakan adalah fiil amr “ud’u” (asal kata dari da’a-yad’u-da’watan) yang artinya mengajak, menyeru, memanggil14. Dalam kajian ilmu dakwah maka ada prinsip-prinsip dalam menggunakan metode dakwah yang meliputi hikmah, maudhoh hasanah, mujadalah. Metode ini menyebar menjadi prinsip dari berbagai system, berbagai metode termasuk komunikasi juga pendidikan. Seluruh dakwah, komunikasi dan pendidikan biasanya merujuk dan bersumber pada ayat ini sebagai prinsip dasar sehingga terkenal menjadi sebuah “metode”.
Secara etimologi metode berasal dari bahasa Greeka, yaitu “Metha” artinya melalui atau melewati dan “Hodos” artinya jalan atau cara15.Dalam kajian keislaman metode berarti juga “Thoriqoh”16, yang berarti langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Dengan demikian metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang digunakan oleh guru dalam membelajarkan peserta didik saat berlangsungnya proses pembelajaran.
Adapun secara terminologi, para ahli pendidikan mendefinisikan metode sebagai berikut : 1). Hasan Langgulung mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. 2). Abd. Al – Rahman Ghunaimah mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran. 3). Ahmad Tafsir mendefinisikan metode mangajar adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan mata pelajaran17
Ada beberapa landasan dasar dalam menentukan metode yang tepat dalam mengajar diantaranya diulas oleh Abu Ahmadi, beliau mengatakan bahwa landasan untuk pemilihan metode ialah : 1). Sesuai dengan tujuan pengajaran agama. 2). Sesuai dengan jenis-jenis kegiatan. 3). Menarik perhatian murid.4). Maksud metodenya harus dipahami siswa. 5). Sesuai dengan kecakapan guru agama yang bersangkutan18.
Dalam tafsir Al-Maroghi dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW dianjurkan untu meniru Nabi Ibrohim yang memiliki sifat-sifat mulia, yang telah mencapai puncak derajat ketinggian martabat dalam menyampaikan risalanya19. Allah berfirman :
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Dalam surat An-Nahl (lebah) ayat 125 ini, terdapat tiga prinsip dalam implementasi metode penyampaian (dakwah, pembelajaran, pengajaran, komunikasi dan sebagainya) yaitu ;
1. Al-Hikmah
Dalam bahasa Arab Al-hikmah artinya ilmu, keadilan, falsafah, kebijaksanaan, dan uraian yang benar20. Al-hikmah berarti mengajak kepada jalan Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan, selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam proses belajar mengajar, baik faktor subjek, obyek, sarana, media dan lingkungan pengajaran. Pertimbangan pemilihan metode dengan memperhatikan audiens atau peserta didik diperlukan kearifan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal.
Imam Al-Qurtubi menafsirkan Al-hikmah dengan “kalimat yang lemah lembut”. Beliau menulis dalam tafsirnya :
وأمره أن يدعو إلى دين الله وشرعه بتلطف ولين دون مخاشنة وتعنيف, وهكذا ينبغي أن يوعظ المسلمون إلى يوم القيامة 21
Nabi diperintahkan untuk mengajak umat manusia kepada “dienullah” dan syariatnya dengan lemah lembut tidak dengan sikap bermusuhan. Hal ini berlaku kepada kaum muslimin seterusnya sebagai pedoman untuk berdakwah dan seluruh aspek penyampaian termasuk di dalamnya proses pembelajaran dan pengajaran. Hal ini diinspirasikan dari ayat Al-Qur’an dengan kalimat “qaulan layinan”. Allah berfirman :
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى(44
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”.
Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar manakala ada interaksi yang kondusif antara guru dan peserta didik. Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan kesan mendalam kepada para siswa sehingga “teacher oriented” akan berubah menjadi “student oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu memberikan peluang dan kesempatan kapada siswanya untuk berkembang.
Al-Hikmah dalam tafsir At-Tobari adalah menyampaikan sesuatu yang telah diwahyukan kepada nabi. Ath-Thobari menguraikan :
22يقول بوحى الله الذى يوحيه اليك, وكتابه الذى نزله عليك  بالحكمة )
Hal ini hampir senada dengan Mustafa Al-Maroghi bahwa Al-Hikmah cenderung diartikan sebagai sesuatu yang diwahyukan. 23 Demikian pula dalam tafsir Al-Jalalain Al-hikmah diartikan dengan Al-Qura’nul kariem sebagai sesuatu yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. An-Naisaburi menegaskan bahwa yang dimaksud Al-hikmah adalah tanda atau metode yang mengandung argumentasi yang kuat (Qoth’i) sehingga bermanfaat bagi keyakinan. Beliau menulis :
(بالحكمة ) اشارة الى استعمال الحجج القطعية المفيدة لليقين24
Nampak dengan gamblang sebenarnya yang dimaksud dengan penyampaian wahyu dengan hikmah ini yaitu penyampaian dengan lemah lembut tetapi juga tegas dengan mengunakan alasan-dalil dan argumentasi yang kuat sehingga dengan proses ini para peserta didik memiliki keyakinan dan kemantapan dalam menerima materi pelajaran. Materi pembelajaran bermanfaat dan berharga bagi dirinya, merasa memperoleh ilmu yang berkesan dan selalu teringat sampai masa yang akan datang.
2. Mauidzah Hasanah
Maudzah hasanah terdiri dari dua kata “al-Maudzah dan Hasanah”. Al-mauidzah dalam tinjauan etimologi berarti “pitutur, wejangan, pengajaran, pendidikan, sedangkan hasanah berarti baik. Bila dua kata ini digabungkan bermakna pengajaran yang baik. Ibnu Katsir menafsiri Al-mauidzah hasanah sebagai pemberian peringatan kepada manusia, mencegah dan menjauhi larangan sehingga dengan proses ini mereka akan mengingat kepada Allah. Ibnu Katsir menulis sebagai berikut :
والموعظة الحسنة أي بما فيه من الزواجر والوقائع بالناس ذكرهم بها ليحذروا بأس الله تعالى25
At-Thobari mengartikan mauidzah hasanah dengan “Al-ibr al-jamilah” yaitu perumpamaan yang indah bersal dari kitab Allah sebagai hujjah, argumentasi dalam proses penyampaian.26 Pengajaran yang baik mengandung nilai-nilai kebermanfaatan bagi kehidupan para siswa. Mauidzah hasanah sebagai prinsip dasar melekat pada setiap da’i (guru, ustadz, mubaligh) sehingga penyampaian kepada para siswa lebih berkesan. Siswa tidak merasa digurui walaupun sebenarnya sedang terjadi penstranferan nilai.
Al-Imam Jalaludin Asy-Syuyuti dan Jalaludin Mahali mengidentikan kata “Al-Mauidah” itu dengan kalimat مواعظه أو القول الرقيق artinya perkataan yang lembut27. Pengajaran yang baik berarti disampaikan melalui perkataan yang lembut diikuti dengan perilaku hasanah sehinga kalimat tersebut bermakna lemah lembut baik lagi baik.
Dengan melalui prinsip maudzoh hasanah dapat memberikan pendidikan yang menyentuh, meresap dalam kalbu. Ada banyak pertimbangan (multi approach) agar penyampaian materi bisa diterima oleh peserta didik diantaranya : a).Pendekatan Relegius, yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk relegius dengan bakat-bakat keagamaan. Metode pendidikan Islam harus merujuk pada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits, b). Dasar Biologis, pertumbuhan jasmani memegang peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan, c).Dasar Psikologis, metode pendidikan Islam bisa effektif dan efesien bila didasarkan pada perkembangan psikis meliputi motivasi, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat-bakat dan kecakapan akal intelektual, d). Dasar Sosiologis, pendekatan social interaksi antar siswa, guru dengan siswa sehingga memberikan dampak positif bagi keduanya.
3. Mujadalah
Kata mujadalah berasal dari kata “jadala” yang makna awalnya percekcokan dan perdebatan28. Kalimat “jadala” ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an diantaranya dalam surat Al-Kahhfi ayat 54 وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلً)), dalam surat Az-Zukhruf ayat : 56, (َقَالُوا أَآلِهَتُنَا خَيْرٌ أَمْ هُوَ مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ). Kalimat “jadala” dengan berbagai variasinya juga bertebaran dalam Al-Qur’an, seperti pada surat (2:197), (4:107,109), (6:25, 121), ( 7 : 71), ( 11:32,74), (13:13), (18:54,56(, (22:8,68), (29:46), (31;20), (40 :4,5,32,56,69), 24:35), (43:58), (58:1). Bahkan ada surat yang bernama “Al-Mujaadilah” ( perempuan-perempuan yang mengadakan gugatan)
Mujadalah dalam konteks dakwah dan pendidikan diartikan dengan dialog atau diskusi sebagai kata “ameliorative” berbantah-bantahan. Mujadalah berarti menggunakan metode diskusi ilmiyah yang baik dengan cara lemah lembut serta diiringi dengan wajah penuh persahabatan sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah SWT29.
Hal senada juga disampaikan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirmya bahwa mujadalah ini adalah cara penyampaian melalui diskusi dengan wajah yang baik kalimat lemah lembut dalam berbicara, seperti firman Allah :
“ولا تجادلوا أهل الكتاب إلا بالتي هي أحسن إلا الذين ظلموا منهم” الآية
فأمره تعالى بلين الجانب كما أمر به موسى وهارون عليهما السلام حين بعثهما إلى فرعون في قوله “فقولا له قولا لينا لعله يتذكر أو يخشى30″.
Metode penyampaian ini dicontohkan oleh Nabi Musa dan Nabi Harun ketika berdialog-diskusi dan berbantahan dengan Fir’aun. Sedangkan hasil akhirnya dikembalikan kepada Allah SWT. Sebab hanya Allahlah yang mengetahui orang tersebut mendapat petunjuk atau tidak.
Metode diskusi yaitu cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan, menganalisa guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan masalah. Dalam kajian metode mengajar disebut metode “hiwar” (dialog). Diskusi memberikan peluang sebesar-besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya kemudian dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi mendewasakan pemikiran, menghormati pendapat orang lain, sadar bahwa ada pandapat di luar pendapatnya dan disisi lain siswa merasa dihargai sebagai individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.
An-Naisaburi memberikan ilustrasi bahwa mujadalah itu adalah sebuah metode “أي بالطريقة”. Diskusi (mujadalah) tidak akan memperoleh tujuan apabila tidak memperhatikan metode diskusi yang benar, yang hak sehingga diskusi jadi “bathal” tidak didengarkan oleh mustami’in31.
Metode mujadalah lebih menekankan kepada pemberian dalil, argumentasi dan alasan yang kuat. Para siswa berusaha untuk menggali potensi yang dimilikinya untuk mencari alasan-alasan yang mendasar dan ilmiyah dalam setiap argumen diskusinya. Para guru hanya bertindak sebagai motivator, stimulator, fasilitator atau sebagai instruktur. Sistem ini lebih cenderung ke “Student Centre” yang menekankan aspek penghargaan terhadap perbedaan individu para peserta didik (individual differencies) bukan “Teacher Centre”.
C. PENUTUP
Al-Quran sebagai sumber segala sumber pedoman menjadikannya inspirator yang sangat kental dalam setiap gerak pemikiran umat Islam. Dalam berbagai bidang masyarakat muslim yang relegius akan selalu merujuk kepada wahyu sebagai firman Tuhan yang disampaikan melaluinya nabi-NYA.
Pendidikan merupakan salah satu sendi dalam beragama. Ajaran Islam bisa bertahan sampai saat ini salah satunya karena ada proses pendidikan disamping dakwah tentunya. Islam berkambang dan hidup mencapai masa keemasan (Islam Kalsik) karena ada tradsisi ilmiyah, tradisi intelektual dengan semangat mengamban amanat suci menyebarkan ajaran Islam ke penjuru dunia. Para da’i yang menyebar ke seluruh penjuru dunia tersebut menggunakan Al-Qur’an sebagai pedoman baik dari segi orientasi, tujuan, cara atau metode penyampaian, media dan alat bahkan materi yang terkandung dalam penyampaiannya pun diambil dari Al-Quran.
Dalam surat Al-Maidah ayat 67 mengandung unsur perintah untuk menyebarkan agama Islam sebagai pedoman hidup. Ayat inilah yang memberikan motivasi kepada nabi untuk menyampaikan risalah kenabian. Ada ungkapan “Sampaikan ajaran Islam ini walaupun satu ayat”. ( بلغوا عنى ولو اية). Walaupun pada awalnya nabi merasa khawatir kepada kaum musyrikin Makkah namun karena ada dorongan dan perintah Tuhan (dan Tuhan telah memberikan jaminan keselamatan) maka nabi dengan keberanian menyampaikan risalah kenabian tersebut kepada umatnya.
Dalam menyampaikan risalah tersebut Nabi Muhammad SAW memperoleh pedoman yang sangat berharga yaitu berupa prinsip-prinsip dasar dalam metode menyampaikan materi ajaran Islam yang tercantum dalam surat An-Nahl ayat 125. Ayat ini memuat tentang prisnsip-prinsip berdakwah ( mengajar, mendidik ) yang terdiri dari Al-Hikmah (arif-bijaksana bersumber dari Al-Qur’an), Maudzoh Hasanah (perkataan yang baik, lemah lembut) dan Mujadalah (diskusi, dialog bila perlu berdebat ).
Prinsip dasar ini berkembang menjadi beberapa inspirasi dalam konteks kekinian baik dalam bidang dakwah, komunikasi, public relition, pendidikan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan interaksi sesama manusia. Pendidikan sebagai salah satu bagian dari dakwah yaitu mengajak manusia dalam hal kebaikan dan mencegah keburukan tidak terlepas dari penggunaan beberapa prinsip tersebut di atas. Sehingga peserta didik bisa mendapatkan ilmu serta terjadi perubahan tingkah laku yang diharapkan dari setiap proses kegiatan belajar mengajar.
FOOTNOTE
*Mahasiswa program Pascasarjana STAIN Cirebon konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam , Tinggal di Indramayu
1.Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, ( Bandung : Remaja Rosda Karya, 1992), hlm. 131
2. Untuk memudahkan penerjemahan dan standarisasi pemahaman lihat dan bandingkan dengan Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya ;Dengan Transliterasi, ( Semarang : Karya Toha puta, tt), hlm. 221-222
3. K.H.Qamaruddin Shaleh DKK, Asbabun Nuzul ; Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, ( Bandung : CV. Diponegoro , 1992), hal.189
4.Ibid. Untuk lebih jelasnya, baca lebih jauh Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah ini dalam halaman 189–191. Di sini banyak riwayat yang menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat ini dengan berbagai versinya. Termasuk cerita ketika nabi sedang istirahat berteduh di bawah pohon, pedang beliau digantungkan di pohon. Maka datanglah seorang laki-laki dan mengambil pedang tersebut sambil berkata : Siapa yang menghalangi Engkau dariku wahai Muhammad ?. Nabi bersabda : Allah yang akan melindungiku dari godaanmu. Ketika pedang itu diletakannya kembali maka turunlah ayat ini ( S.5 : 67 ) yang menegaskan jaminan keselamatan jiwa Rasulullah dari tangan usil manusia.
5.Al-Imamul Jalalain, Tafsir Al-Quranul Adzim, ( Indonesia, Maktabah Dar ihya al-kutub al-arabiyah, tt), hlm. 104. Kitab tafsir ini terkenal dengan nama tafsir “Jalalain”, artinya dua Jalal. Yang dimaksud dengan dua Jalal adalah nama tokoh ilmuwan Islam dalam bidang tafsir yaitu Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Mahalli dan Jalaluddin Abdurahaman ibn Abi bakr Asy-Syuyuti. Di pesantren kitab tafsir ini menjadi salah satu kitab tafsir wajib yang harus dipelajari bagi setiap santri ( menjadi kontens kurikullumnya pesantren)
6. Ibid.
7.Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katstir ( CD. Holly Qur,an ).
8.Ibid.,Pertanggungjawaban nabi disampaikan ketika nabi menjalankan ibadah haji (terkenal dengan haji wada’ karena haji itu adalah haji terakhir nabi; haji perpisahan). Disaksikan sekitar 40 ribu orang. Beliau berkata ; Wahai manusia….dst. Inti dari pertanggungjawaban nabi adalah tentang amanat kerisalahan yang dibebankan Allah kepadanya. Para sahabat (manusia) menjawab : Kami bersaksi bahwa Engkau telah menyampaikan risalah, menjalankan amanah. Beliau mengangkat kedua tangannya ke atas langit sambil berdoa (simbol kesaksian) “Allahuma hal Balagta…..Kemudian Beliau berpesan bahwa yang hadir untuk menyampaikan kepada yang tidak hadir sebagai kesinambungan proses risalah kenabian.
9.Nama Aslinya adalah Abu Abdullah Muhammad Ibn Ahmad Anshori Al-Qurtubi. Terkenal dengan sebutan Imam Al-Qurtubi, Al-Jami’ul Ahkam Al-Qur’an, ( Bairut-Libanon : Darulkutub al-ilmiyah, 1413 H/1993 M), hlm. 131
10.Ibid. من حدثك أن محمدا صلى الله عليه وسلم كتم شيئا من الوحى فقد كذب; والله تعالى يقول: “يا أيها الرسول بلغ ما أنزل إليك من ربك وإن لم تفعل فما بلغت رسالته” وقبح الله الروافض حيث قالوا: إنه صلى الله عليه وسلم كتم شيئا مما أوحى إليه كان بالناس حاجة إليه.
11. Jalaludin Rahmat, Islam Aktual, ( Bandunng : Mizan, 1992 ), hlm. 77.
12. Bandingkan dengan terjemahan Al-Qur’an Departemen Agma RI., Op., Cit. hlm. 163
13.Jalaudin Rahmat Op., Cit., hlm. 78
14.Faisal Ismail, Dakwah pembangunan ; Metodologi Dakwah, ( Yogyakarta : Penerbit Prop. DIY, 1992), hlm. 199
15.Abu Ahmadi, Metodik Pengajaran (Bandung : Pustaka Setia, 1985), hlm. 9
16.Ramayulis, Pendidikan Agama Islaam ( Jakarta : Kalam Mulia, 2006), hlm. 184
17.Ibid., hlm. 184-185
18.Abu Ahmadi., Op Cit., hal 104
19.Ahmad Mustofa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (terjemah), ( Semarang : Toha Putra, 1987), hlm. 289
20. Husen Al-Habsy, Kamus Arab Lengkap, ( Bangil : YAPPI, 1989), hlm. 64
21.Imam Al-Qurtubi., Loc.,Cit,.
22.Ja’far Muhmaad ibn Jarir Ath-Thobarii, Tafsir Ath-Thobari ; Jami’ul BAyan Ta’wilul Qur’an, ( Bairut-Libanon : Darul kutubul Ilmiuah, 1996), hlm. 663.
23. Al-Mustofa Al-Maroghi, Loc.Cit,
24. An-Naisaburi, Tafsir Ghoroibil Qur’an wa roghoibil Furqon, ( Bairut-Libanon : Darul kutubul Ilmiuah, 1996), hlm. 316
25. Ibnu Katisr., Loc., Cit.
26. Ath-Thobari, Loc. Ci.
27. Jalaludin Asy-Syuyuti daan Jalaluddin Mahalli, Loc., Cit.
28. Husen Al-HAbsyi., Op.Cit., hlm. 43
29. Imam Al-Baidhowi, Tafsir Al-Baidhowi ; Anwarul Tanzil wa Asrarul Ta’wil ( Bairut-Libanon : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1408 H/1988M), hlm. 571. Nama lengkap Al-Imam Al-Baidwowi adalah NAshiruddin Abi said Ibn Umar Muhammad ASy-yaeroji Al-Baidhowi
30. Ibnu Katsir., Loc.,Cit.
31. An-NAisaburi, Loc., Cit.

Baca Selengkapnya ....

Visitors

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Template by Cara Membuat Email | Copyright of CATATAN KELAS FAQIH.